Sunday, January 30, 2011

Peninggalan Jiwa Mandiri

Kurasakan hari-hari yang saling memberikan tautan ilmu dan pengetahuan yang membentangkan banyak wawasan. Masa bagai penuh dendang dengan rasa Syukurku yang dalam dan menjulang tinggi menembusi dinding-dinding imajinasiku. Yang kurasakan adalah teduhnya bersama rasa syukur itu. Suatu perangai batin yang menyejukkan tak terbandingkan dengan apapun, apalagi hanya dengan sekedar harta.

Pesona syukur terbangun dengan banyak wajah pengalaman yang kadang menaiki tebing curam juga menuruni perbukitan dan tebing yang licin, pula menapaki hamparan luasnya keindahan. Apapun wajah itu, aku tetap setia bersama wajah-wajah itu tanpa ingin berpaling apalagi berpaling dari Yang Maha Kuasa, walau tak dipungkiri ada pula rasa penat yang menusuk dalam. Tak ketinggalan pula lepasan bola-bola amanah dan pesan ayahku agar aku mampu membangun diri untuk dapat berbuat kebaikan bagi orang lain, selain untuk mampu menapaki ruang hidupku sendiri dan maju menuju cita-cita yang luhur. Bahwa menurutnya, aku tak miliki tanggung jawab secara langsung atas kelangsungan hidup orang lain kecuali mereka sendiri yang mengupayakannya dan aku dapat berdampingan untuk membantu sesuai ukurannya. Untuk terus tunaikan kewajibanku dengan baik. Begitulah salah satu pesan ayahku untuk aku dapat memahaminya.  
  
Aku ditinggalkannya suatu kebanggaan untuk kemandirianku sendiri ditengah-tengah fasilitas duniawi yang erat disekitarku. Aku dimintanya untuk meraih cita-citaku sendiri dengan cara yang baik tanpa mengganggu hak ruang hidup lainnya. Beliau berpesan hanya sekali saja bahwa aku tidak boleh terlambat untuk menghadiri apapun yang menjadi kewajibanku, bahwa aku sudah siap 15 menit sebelum waktu dimulai, dan pesan itu masih amat melekat erat. Beliau santunkan aku sebuah filosofi agar aku datang ke lokasi kerja sebelum pegawai datang dan meninggalkan tempat kerja setelah pegawai. Filosofi bermakna bentangan penghormatan tak hanya terhadap diri sendiri tetapi juga orang lain. Begitulah salah satu pesan ayahku terkasih.

Entah berapa banyak pesan-pesannya yang tak tercatat dalam angka, namun semua tercatat oleh nalar yang tertanam dalam benak, rapih tersimpan menjadi kenangan indah tak ternilai.
Bola mataku kadang terbenam dalam air mata yang bersumber dari lubuk hatiku. Kenangan yang amat menyejukkan jiwa dan batinku...
-LS-

1 comment: